Hukum Perikatan dan Praktiknya dalam Dunia Bisnis
Halo sobat BLC, kalian pasti sudah gak asing lagi dong dengan istilah perikatan dalam dunia bisnis? Lalu, apa saja sih yang dibahas dalam hukum perikatan ini? Yuk kita pelajari bareng bareng
Istilah perikatan berasal dari bahasa Belanda yaitu verbintenis. Dalam literatur ilmu hukum, terdapat berbagai istilah yang sering di pakai sebagai rujukan di samping istilah hukum perikatan untuk menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat. Ada yang menggunakan istilah hukum perutangan, hukum perjanjian ataupun hukum kontrak. Pada Pasal 1233 KUHPerdata, disebutkan sumber perikatan yang “lahir karena suatu persetujuan atau karena undang undang.” Berdasarkan pasal tersebut, terdapat dua sumber perikatan, yakni hukum perikatan yang bersumber dari perjanjian perikatan yang bersumber langsung dari undang-undang.
Sebagai akibat dari adanya perikatan, lahirlah hak dan kewajiban para pihak. Sebagai contoh, dalam perikatan kredit dimana seorang kreditur (yang memberi pinjaman) mempunyai hak prestasi dari debitur (yang mempunyai hutang). Kewajiban dan hak tersebut terus berlaku hingga masa perikatan berakhir. Adapun berakhirnya hukum perikatan terjadi karena prestasi sudah terpenuhi, adanya kesepakatan untuk mengakhiri perikatan atau musnahnya objek perikatan.
Perikatan tentunya dilandasi oleh beberapa asas, diantaranya:
-
Asas konsensualisme, yakni keharusan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian terdapat di Pasal 1320 KUHPer
-
Asas Kebebasan berkontrak, asas ini secara tersirat dijelaskan dalam Pasal 1338 KUHPer. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua orang bebas untuk mengadakan perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
-
Asas pacta sun servanda, yang berarti bahwa perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.
-
Asas itikad baik, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (patut, jujur) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer
-
Asas kepribadian, bahwa Asas yang berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian sebagaimana dijelsskan dalam Pasal 1315 Jo 13 KUH Perdata. 40 ayat (1) KU
Perikatan diaplikasikan dalam beberapa kontrak, di antaranya:
-
Kontrak sewa menyewa, yakni perjanjian untuk memberikan hak kepada penyewa untuk menggunakan suatu barang dalam jangka waktu dan pembayaran tertentu
-
Kontrak bisnis, yakni perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih dalam dunia usaha yang mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak
-
Kontrak baku, yakni perjanjian yang dibuat sepihak dengan syarat dan ketentuan yang sudah ditentukan sebelumnya sehingga pihak lain hanya bisa menerima
-
Kontrak internasional, yakni perjanjian antara kedua pihak atau lebih yang berasal dari negara berbeda
Perikatan tentunya dapat dibatalkan dengan beberapa alasan. Pertama, apabila tidak memenuhi syarat subyektif, maka perjanjian dapat batalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan oleh salah satu pihak. Kedua, batal demi hukum, terjadi apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian batal demi hukum. Artinya, semula dianggap tidak pernah ada suatu perjanjian tersebut.
Terakhir, terkait upaya penyelesaian sengketa, dalam perikatan dikenal dua jalur penyelesaian yakni jalur non litigasi dan litigasi. Jalur non litigasi ditempuh melalui cara cara tanpa melibatkan pengadilan seperti negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Terdapat beberapa unsur dalam perikatan yakni hubungan hukum antar para pihak, kekayaan, pihak pihak, dan objek hukum. Sementara itu, jalur litigasi ditempuh dengan apabila penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak berhasil dengan membawa sengketa tersebut ke pengadilan.